Download disini
Rizal Mallarangeng
Jakarta : KPG, Freedom Institute 2008
“Tulisannya (Rizal Mallarangeng) tentang pelbagai persoalan politik di Indonesia, yang dihimpun dalam buku ini, menunjukkan kualitas yang langka di antara mereka yang mengisi kolom-kolom koran dan majalah sejak dua dasawarsa terakhir: paparannya terang, tapi tak pernah simplistis, argumennya bergairah, tapi tak pernah meremehkan pandangan yang berlawanan.. Ia dapat menggabungkan pengetahuan teori yang luas dan dalam-yang tak saya lihat pada ilmuwan politik lain-dengan rasa terlibat dalam soal-soal yang aktual di sekitarnya.... Ketika demokrasi liberal dirundung apa yang disebut Simon Crithley dalam Infinitely Demanding (Verso, 2008) sebagai “motivational deficit”, kembalinya “the ethical” ke dalam “the political” memang perlu. Dalam tulisan-tulisannya , Rizal tidak mencoba membantu pencarian ke arah itu. Tapi itu memang bukan tugas dan panggilannya sebagai seorang ilmuwan politik-meskipun ia ilmuwan dan sekaligus komentator politik terbaik yang kita punyai selama ini.” Goenawan Mohamad
“Tulisannya (Rizal Mallarangeng) tentang pelbagai persoalan politik di Indonesia, yang dihimpun dalam buku ini, menunjukkan kualitas yang langka di antara mereka yang mengisi kolom-kolom koran dan majalah sejak dua dasawarsa terakhir: paparannya terang, tapi tak pernah simplistis, argumennya bergairah, tapi tak pernah meremehkan pandangan yang berlawanan.. Ia dapat menggabungkan pengetahuan teori yang luas dan dalam-yang tak saya lihat pada ilmuwan politik lain-dengan rasa terlibat dalam soal-soal yang aktual di sekitarnya.... Ketika demokrasi liberal dirundung apa yang disebut Simon Crithley dalam Infinitely Demanding (Verso, 2008) sebagai “motivational deficit”, kembalinya “the ethical” ke dalam “the political” memang perlu. Dalam tulisan-tulisannya , Rizal tidak mencoba membantu pencarian ke arah itu. Tapi itu memang bukan tugas dan panggilannya sebagai seorang ilmuwan politik-meskipun ia ilmuwan dan sekaligus komentator politik terbaik yang kita punyai selama ini.” Goenawan Mohamad
0 comments :
Posting Komentar